Latest News

Jumat, 05 Agustus 2016

TRAGIS, Beginilah Prosesi Penguburan Jasad Bung Karno

 Poker Online Terpercaya

Poker Online Terpercaya - Setelah dijebloskan dalam tahanan rumah di Wisma Yaso, akhirnya Bung Karno menhebuskan nafas terakhir di RSPAD, pagi dini hari tgl 21 Juni 1970. RRI menyiarkan berita sekitar pukul 7 pagi tentang kematiannya. Buruknya penanganan terhadap penyakit Bung Karno juga mempercepat kematiannya. Beberapa bulan di awal 1969, Bung Karno tidak boleh menerima tamu, termasuk keluarganya, karena harus menjalani serangkaian pemeriksaan dan interograsi. Keluarganya hanya bisa mengantar makanan melalui penjaga. Bung Karno yang suka keramaian dan selalu membutuhkan bicara menjadi makin depresi karena diasingkan. Sementara dulu penjajah Belanda saat membuang tahanan politik ke luar Jawa, tidak melarang mereka bergaul dengan lingkungannya.

Setelah keluarga boleh menengok. Itupun dengan pembatasan, harus mengantungi izin dan cap instansi militer Itupun tidak serta merta memudahkan. Rachmawati dibentak dan dimarahi penjaga, karena mengajak Bung Karno jalan jalan di halaman Wisma Yaso.

Jika penjaga sedang baik, keluarga boleh ke Wisma Yaso. Tapi kalau sedang tdak baik, mobl di tahan di gerbang. Sangat sering Ibu Hartini harus berjalan kaki menenteng rantang makanan melintasi halaman yang sangat luas.

Bung Karno sempat menulis surat ke Presiden Soeharto tgl 3 Nov 1968 untuk meminta kelonggaran agar keluarganya bisa mengunjungi. Ia juga meminta agar Ny. Sugio yang selama ini mengurusi rumah Wisma Yaso, dijinkan membantu lagi. Pembantu rumah tangganya tidak diijinkan masuk ke Wisma Yaso, sehingga untuk urusan dapur, Bung Karno harus mengurusnya sendiri.
Ketika akhirnya ia menembuskan nafas terakhirnya. Diantara sayup sayup suara seorang Ibu yang membacakan surat Yasin dekat jenasah Bung Karno, terdengar Ibu Wardoyo kakak kandung Sukarno terus meratap. “ Karno, kowe kok sengsoro men “.

Di Istana segera Presiden Seharto memanggil Bung Hatta dan keluarga Bung Karno. Waktu itu Soebagyo Anam, Mantan Kepala Biro Penerangan Departemen Penerangan langsung memberi tahu wartawan bahwa Sukarno akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Seketika menjadi keributan baik di lingkaran dalam Istana maupun wartawan sendiri, bagaimana mungkin seorang yang masih dalam tahanan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Sebagaimana pernah dinyatakan Aspri Soeharto, Brigjend Ali Moertopo semasa Sukarno dalam kondisi kritis. “ Negara tidak pernah merasa kehilangan Ir Sukarno. Andaikata ia meninggal, dia tak mungkin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Orang yang berhak dimakamkan disana, ialah orang yang banyak berjasa dan meninggal dalam tugas untuk negara “. Inti pernyataan Ali Moertopo bahwa Sukarno sedang dalam tahanan dan tidak mempunyai jabatan lagi .

Tidak disangka sangka Pemerintah memutuskan jenasah Sukarno disemayamkan di Wisma Yaso. Ibu Fatmawati sungguh marah dan kecewa dengan campur tangan Pemerintah “ Tidak, idak ada cerito. Ini rumahnyo “ Batin Fatma terguncang. Ia amat terpukul dan tercampak ke sudut yang paling sunyi. Air matanya menetes.

Fatma masih mencintai Sukarno. Ia berharap lelaki itu hanya mencintai dirinya. Semua ini tercermin dari sikapnya yang memohon agar Bung Karno dapat disemayamkan di rumahnya di Jl Sriwijaya Kebayoran Baru. Namun Pemerintah menolak permintaan itu. Fatma yang teguh pendiriannya karena tidak akan datang ke Wisma Yaso – rumah Ratna Sari Dewi – hanya bisa mengirim karangan bunga. Sebuah tulisan tangan Fatma berbunyi “ Tjintamu menjiwai rakyat. Tjinta Fat “.

Sempat terjadi perundingan antara Hoegeng, Kepala Polisi RI yang bertindak sebagai wakil keluarga Bung Karno dengan Alamsyah Prawiranegara dan Tjokropranolo yang menjadi asisten pribadi Soeharto.

Tercium aroma politis yang kuat. Pemakaman yang seharusnya menjadi perkara biasa dan diputuskan keluarga, ternyata menjadi perkara politis. Sejak awal Bung Karno menginginkan dimakamkan di Bogor. Namun Soeharto memutuskan untuk memakamkan di Blitar, dengan alasan dekat dengan ibunda Sukarno. Ini yang kelak menjadi justifikasi orde baru dengan mengatakan kota kelahiran Bung Karno di Blitar. Alasan sesungguhnya, Soeharto, jika Bogor menjadi makam seorang Sukarno, maka tempat ziarah itu terlalu dekat dengan Jakarta. Secara politis itu berbahaya.

Siang harinya, jenasah Bung Karno dibawa ke Blitar lewat Malang dengan menggunakan pesawat Hercules dari Halim Perdana Kusuma. Perjalanan dilanjutkan melalui jalan darat ke Blitar, menembus rakyat yang memenuhi sepanjang perjalanan sampai makam.

 Poker Online Terpercaya

Bung Karno di bawa ke Taman Makam Pahlawan Blitar yang waktu itu dikenal dengan nama Taman Bahagia Sentul.Peti jenasah Bung Karno dimasukan ke liang kubur yang ternyata digali sangat dalam, lebih dalam dari liang liang kubur biasanya. Mungkin Pemerintah orde baru takut jenasah seorang Sukarno akan bangkit lagi, kalau liang kuburnya dangkal. Pertama diturunkan, peti tidak bisa mencapai dasar, karena tali yang biasanya digunakan mengerek kurang panjang. Maka peti diangkat lagi dan tali pengereknya disambung. Diulangi sampai dua kali menyambung tali, baru bisa mencapai dasar.

Melihat kejadian ini, Supeni – mantan dubes keliling dan seorang sahabat Bung Karno –menangis dalam batin.
“ Aduh Bung Karno tidak mau dikubur disini, memang maunya di Batutulis. Betul betul dipendhem jero “

Tak lama setelah pemakaman Sukarno, makam itu ditutup. Sebanyak 236 makam pahlawan yang sudah dikubur disitu kemudian dipindahkan ke Madugerit, dengan alasan makam itu sudah penuh. Jadilah pemakaman itu hanya berisi makam Sukarno sendiri.
Fatmawati juga tidak setuju tindakan Pemerintah yang memindahkan makam orang disekitar makam Bung Karno ke tempat lain. Ia juga tak mau makam mertuanya, – orang tua Bung Karno yang tadinya dimakamkan di pemakaman umum Karet Jakarta, kemudian dipindahkan ke komplek makam Sukarno di Blitar juga. Kelak makam kedua orang tua Sukarno mengapit di sisi kiri dan kanannya dalam bangunan cungkup.

“ Ibu tidak suka dengan memindah mindahkan makam orang. Untuk apa membongkar makam orang. Menyusahkan keluarga wong bae mereka itu. Pokoknya dari keluarga tidak mau menyusahkan orang. Kita turuti ajaran Islam sejati. Sangat sederhana “

Dari tahun 1970 sampai 1979 makam Sukarno dijaga tentara. Dalam jangka waktu itu tak ada yang boleh mendekat ke makam itu, termasuk keluarga Bung Karno sendiri. Hanya Mat Sanuri, seorang penjaga makam yang bertugas merawat sehari hari.

Bung Karno tak pernah tenang di makamnya. 8 tahun kemudian kembali Pemerintah mengusik makamnya. Tahun 1978, Pemerintah berencana memugar makam Bung Karno tanpa meminta pertimbangan keluarga. Tepat 21 Juni 1979, pada haul Sukarno, Soeharto meresmikan bangunan makam. Itulah pertama kali Soeharto datang ke makam Bung Karno. Saat itu Ibu Tien duduk ndeprok di pinggir makam Bung Karno. Soeharto hanya berdiri dan berdoa dengan caranya sendiri. lalu ia membubuhkan tanda tangan meresmikan makam Sukarno.

Meskipun mendapat undangan dalam peresmian makam, keluarga Bung Karno tidak ada yang datang, diantara ribuan orang yang hadir. Mereka memang tidak setuju dengan pemugaran makam yang menelan biaya Rp 540 juta pada tahun 1978. Guntur – mewakili keluarga – sebelum pemugaran pernah menyatakan, bahwa mereka tidak ikut ikutan dengan pemugaran, karena pemugaran itu menambah beberapa bangunan yang bertentangan dengan wasiat Bung Karno. Seperti pembangunan cungkup mewah bergaya joglo.

Ibu Fatmawati sendiri kepada wartawan menyatakan ‘ Sebagai orang yang menganut agama Islam, kita tak boleh memewah mewahkan makam. Bukankah dalam wasiat Bung Karno ia hanya ingin dimakamkan di bawah pohon yang rindang ? ‘

Akhirnya semua menjadi catatan sejarah. Sebagaimana dikatakan orang bahwa sejarah adalah cermin peradaban sebuah bangsa. Dengan melihat catatan tersebut, kita bisa menebak peradaban macam apa yang kita anut.

« PREV
NEXT »

Tidak ada komentar

Posting Komentar